Sunday, October 13, 2013

Browse » home» » » » » » » Menyulap Kotoran Menjadi Biogas dan Pupuk

Menyulap Kotoran Menjadi Biogas dan Pupuk

Banyak sebab yang membuat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjatuhkan pilihan untuk mengembangkan genset dual fuel di Kecamatan Cilengkrang, Bandung. Kecamatan ini tidak asing bagi para peneliti lembaga itu karena di sana Pusat Penelitian Informatika LIPI memasang alat pengukur curah hujan. Di daerah itu juga telah terdapat instalasi pengolah kotoran ternak menjadi biogas, yang dikembangkan oleh Yaya Sudrajat Sumarna, peneliti P2 Telimek LIPI.



Yaya, yang juga penduduk Cilengkrang, menyatakan instalasi pengolah kotoran sapi itu mampu menghasilkan tak kurang dari 4 meter kubik biogas setiap hari. Seharusnya angka itu bisa jauh lebih besar lagi, tapi reaktor untuk digester atau wadah pembusukan kotoran sapi belum lama ini jebol karena tanah longsor.



Lahan sempit di tebing bukit yang berada di bawah kandang sapi itu tak sanggup menyokong tempat penampungan sampah organik berkapasitas 25 ribu meter kubik, dengan berat hampir 5 ton, tersebut. "Kami terpaksa bikin yang kecil dulu," kata perancang alat pengolah sampah organik menjadi biogas itu.



Agar tetap dapat memasok biogas untuk penelitian genset dual fuel, untuk sementara dibuat wadah penampungan berkapasitas 2.500 liter campuran kotoran sapi plus air. Penampungan itu menghasilkan 4 meter kubik biogas per hari. Sekitar 60 persen biogas itu adalah gas metana (CH4), 38 persen karbon dioksida (CO2), dan sisanya gas hidrogen sulfida (H2S).



Sebelum dimasukkan ke reaktor, kotoran sapi yang dikumpulkan dari saluran pembuangan kandang sapi di atasnya disaring terlebih dulu. Kotoran sapi dicampur air dengan perbandingan 1 : 2 sebelum disalurkan ke digester. Wadah itu memiliki dua lubang, yaitu untuk memasukkan kotoran dan mengeluarkan pupuk organik yang tersimpan di dalamnya.



Wadah penampung (digester) yang terisi penuh kemudian dibiarkan selama 27 hari agar bisa menghasilkan biogas. Yaya mengatakan cuaca yang relatif dingin di Cilengkrang membuat proses terbentuknya biogas berjalan lebih lama. "Kalau panas, seminggu juga sudah jadi," katanya.



Tanda biogas terbentuk dapat diketahui bila kantong plastik yang dipasang di dekatnya menggelembung. Kantong plastik itu tersambung dengan pipa menuju lubang udara digester. Pipa itu sengaja dilengkapi pengaman agar kantong yang sudah penuh tidak jebol karena biogas yang berlebih bisa terembus keluar lewat pipa pengaman.



Jika biogas telah terbentuk, setiap hari dimasukkan campuran 500 liter kotoran sapi dan 1.000 liter air ke saluran digester. Bersama masuknya 500 liter sampah organik baru itu, sebanyak 500 liter kotoran yang sudah membusuk bisa langsung dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Yaya mengatakan, dengan sistem ini, setiap hari bisa dihasilkan pupuk organik plus biogas secara terus-menerus.



Sumber : http://www.tempo.co/hg/sains/2009/08/18/brk,20090818-193169,id.html




No comments:

Post a Comment